Deretan Waktu

View:labuan bajo:Rzh.photo
1 Mei 2019 Part I
Malam berlalu kini giliran fajar berkisah. Mengapa engkau datang padaku kalau kamu hanya sebatas hinggap kemudian berlalu lagi dengan segala perencanaanmu. bukankah yang diinginkan oleh semua orang adalah menjalin harus ada endding yang pasti atau happy endding, mengapa kamu menganjurkan kepadaku untuk bertingkah demikian, bukankah itu yang dilakuakn oleh lakI-laki alai di luar sana, habis manis sepah dibuang. apa yg kamu khawatirkan untuk bergandengan tangan denganku toh kamu sadar dan tahu ada kenyamanan denganku.
Kamu takut kehilanganku, namun kamu lebih takut untuk milikiku. mengapa harus aku yang nanggung kisah seperti ini. Bukankah jika aku simpulkan makna dari ini semua adalah "kamu hanya datang padaku demi mencari kenyamanan, kemudian setelah kamu menemukan tambatan hatimu yang sebenarnya, kamu akan berlalu pergi,” bagai fajar telah merekah menjadi senjah kemudian dihempas oleh gulita yang mengelam.
Terusterang saja. Setelah kamu memuntahkan niatku yang tulus ini aku menjadi tidak percaya diri dan down segalah pikiranku. Walaupun aku masi saja terus berangan yah mungkin saja tanpa ada kamu pun aku terus saja bersendahgurau dengan sepih.
Kehidupan macam apa yang kayak ginian. Akankah semuanya ini adalah bagian dari pembalasan dendam dari segalah hal yang pernah kulakukan di luar sana. Sebetulnya aku telah sadar dan tidak mau kembali lagi kemasa kekanak-kanakan itu, sebab aku telah berada pada posisi yang sekrang yakni disini. Aku nyadar pernah ngungkapin kalimat yang sama seperti yang kau tuturkan kepadaku, “kita bole jalanin ini semua tanpa setatus” namun engaku membantah sendiri “tapi terlalu menyakitkan ya”. Kamu diam dan memainkan jari telunjukmu, menggambarkan suasana otak depan kening samil berkata “otakku sedang begini” diikuti pengambran tanda Tanya yang dilakukan oleh telunjukmu.
Rasanya aku ingin melenyapkan saja dari dunia ini. Mengapa harus aku yang mengalami kisah seperti ini. Kenapa harus aku yang dengar kalimat seperti ini. Akan tetapi, semakin lama kita ngobrol di meja makan, semakin saya melihat ada banyak topeng yang engku kenahkan, ada banyak derama yang engaku laokonin. Ketidaksingkronan antara bahasa tubuhmu, serta aurat yang menggambarkan suasan perasaanmu dengan bahasa verbal yang engkau komunikasikan atau dengan kata lain ada kontradiksi dari kedua bagian tubuhmu itu. Karena begitu banyak pameran yang engaku menizinkanku untuk ditontoni, dibalik itu ada banyak kejanggalan yang terjadi dalam kepalaku dan dalam perasaanku.







1 Mei Part II
Wahai engkau yang mengatasnamakan perempuan, Dalam dirimu laksana samudera luas yang menyimpan sejuta misteri yang sulit terpecahkan oleh nalar kaum lelaki. Seminggu lebih aku selalu bersamamu. Dalam setiap obrolan dan pertemuan sengaja kusematkan penilaian pribadi untuk mengetahui seperti apakah karaktermu.
Ketika malam berlalu kini giliran fajar bercerita. Sepertinya komunikasi per aplikasi WA kuranglah terlalu cukup untuk kita saling bercandah-riah. Tibalah pada sebua rumah persis itu adalah rumah orang yang selama ini memotivasiku untuk mendekati seseorang yang kini kugantikan tokohnya menjadi dia. Rasa apresiasi serta penyambutan dari mereka terasa betul ketika ada dia yang nyusul aku dari belakang.
Alasasan pekerjaan. “Iyakah? hanya soal alasan kerjaan”. Pertemuan itu cukup berwarna. Argumen kita pertaruhkan disana, berlawak, serta saling sindir kita lakonin. Kini semakin kusadari bahwa dunia kutelah terkontaminasi oleh ketercemaran karena ada dia, dan tidak mau sedetik pun waktuku tanpa ada dia. Rasa ketergantungan semakin membuatku terpuruk. Padahal setelah kuberpikir “ngapain aku harus bergantung pada dia yang bukan miliku, bukan juga sebgai sepasang kekasih yang suka beradu acting” sesungguhnya dia tidak lebih dari seseorang teman.
Diluar sana telah beredar rumor tentang hubungan kami berdua. Kecurigaan, kesinisan, dukungan dan ketidaksetujuan sedang ramai diperbincangkan. Ada yang terngiang langsung kedalam telingaku, ada pula yang terbesit dalam penilaian kemudian berlalu pergi, bagai angin pada musim Bulan Mei yang kurang setabil.
Kami tidak peduli dengan semua itu. Kami terlena kenimatan, kenyamanan dalam kebersamaan sebagai kedua teman yang saling berbagi. Kami tidak peduli akan waktu, tidak peduli akan tempat dimana kami berperan. Semuanya kelihatan kondusif antara dia dan aku. Tidak ada arak menemani obrolan, tapi kelihatanya kami semacam orang mabuk. Kami tidak sedang berpesta ganja hingga kami tidak memperdulikan orang. Kami terkhusus aku nglakuin itu semua dalam keadaan normal dan tak ada reka-rekaan, semuanya rill tergerak oleh hati nurani, serta dipoles puitis oleh logika supaya obrolan kelihatan indah dan menyenangkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love story

Tapak Berlalu

Antara ara Cinta dan Logika