Tapak Berlalu
Tapak Berlalu
Kaukah dia yang diperutus oleh
kehendak-Nya. Bukankah enkau yang pernah hadir dan membuat hati ini
terluka? Lantas apa makna dari keberadaan hati, serta logika jika semuanya telah
ditentukan oleh-Nya.
Seminggu aku terkungkung dalam kesepian. Bertahun-tahun aku bercengkramah dengan daya halusiku, malam-malamku hanya sibuk dengan berisi kalimat pertanyaanku sendiri, tapi semuanya ngambang. Hampir Setiap Sudut rumah kujadikan kawan diam, hanya wajah-wajah asing yang bisa kuperlihatkan tiap menitnya.
Ayah, bunda, kakak, adik; bukan-bukan mereka, ini semua orang-orang yang tidak pernah kukenal. Keluar dari ruangan pun hanya satu jenis kalimat saja yang kudengar dari setiap orang yang kujumpai; yakni "kemana saja engkau selama ini." Aku binggung jika dahan dan ranting bisa menyampaikan pesan, kelak kau tahu apa yang sedang kurasakan;
Seminggu aku terkungkung dalam kesepian. Bertahun-tahun aku bercengkramah dengan daya halusiku, malam-malamku hanya sibuk dengan berisi kalimat pertanyaanku sendiri, tapi semuanya ngambang. Hampir Setiap Sudut rumah kujadikan kawan diam, hanya wajah-wajah asing yang bisa kuperlihatkan tiap menitnya.
Ayah, bunda, kakak, adik; bukan-bukan mereka, ini semua orang-orang yang tidak pernah kukenal. Keluar dari ruangan pun hanya satu jenis kalimat saja yang kudengar dari setiap orang yang kujumpai; yakni "kemana saja engkau selama ini." Aku binggung jika dahan dan ranting bisa menyampaikan pesan, kelak kau tahu apa yang sedang kurasakan;
Tidak kah engkau merasa puas
dengan melihat keberadaanku kini. Lalu sekarang engkau datang lagi, dengan
wajahmu yang kaumodif sedemikian rupa dengan segalah sikap santunmu persis
kasir bank.
Kau datang menjejaki kembali
jejakan telapakmu yang pernah kau jejaki, dan itu masi sama takan ada sesenti pun
yang berubah jika sepatu yang kaukenakan pada telapakmu masi sama ukurannya. Sebab
aku tahu betul kamu. Aku tahu kamu banyak koleksi topeng. Aku sering melihat
adeganmu. Ketahiulah sebelum niatmu melangkah jauh, bahwa aku di sini suda jadi
orang lain, mungkin bukan yang seperti dahulu lagi, yang kau kenal untuk
meng-iyakan semua tingkah dan perkataanmu. Atau mungkinkah aku telah menemukan
diriku dari pertanyaan “siapakah aku”.
Fajar telah rekah menjadi sunset yang berkilauan, nasi telah tanak, untuk apa diungkit lagi. Semuanya sirnah dan itu indah; indah untuk diresapi; indah untuk dijadikan kenangan yang pahit dan pelajaran yang manis.
Fajar telah rekah menjadi sunset yang berkilauan, nasi telah tanak, untuk apa diungkit lagi. Semuanya sirnah dan itu indah; indah untuk diresapi; indah untuk dijadikan kenangan yang pahit dan pelajaran yang manis.
Baiklah akan kuperjelas
semuanya jika pernyataanku masi ngambang; ingatkah kau saat di rumah yang
banyak isi kamarnya, di situ terdapat ruangan berukuran 4x5 dan disana kau
tinggal? Kaumenuturkan kalimat “pulanglah kau sekarang juga”. Bakahkan
berulang-ulang kausebut.
Ingatkah kau saat berada di coffe dengan deretan meja bundar bertata rapi dan aku salah mesan; aku pesan kopi ternyata kesukaanmu susu coklat, terus kamu ngamuk tidak terima dengan kesalahanku dan kamu minggat beranjak pergi? Ingatkah kau saat pijar teras bersayup-sayup, kau dan aku berada di bawah teduhan seng, duduk diatas tembok teras, sementara cover berisikan kosmetik dan pakaianmu berada di lantai menunggu taxi menjemputmu, kemudian lagi dan lagi kaumengelurkan bahasa yang paling benci untuk kudengar; “apa si profesimu, gajinya kecil”, dengan nada sinis kau pun ucapkan?
Ingatkah kau saat berada di coffe dengan deretan meja bundar bertata rapi dan aku salah mesan; aku pesan kopi ternyata kesukaanmu susu coklat, terus kamu ngamuk tidak terima dengan kesalahanku dan kamu minggat beranjak pergi? Ingatkah kau saat pijar teras bersayup-sayup, kau dan aku berada di bawah teduhan seng, duduk diatas tembok teras, sementara cover berisikan kosmetik dan pakaianmu berada di lantai menunggu taxi menjemputmu, kemudian lagi dan lagi kaumengelurkan bahasa yang paling benci untuk kudengar; “apa si profesimu, gajinya kecil”, dengan nada sinis kau pun ucapkan?
Ingatkah, ingatkah engkau akan
semuanya itu?
Lantas sekarang kauhadir
seakan menjadi pahlawan dengan Bahasa pelipularamu yang mengagungkan. Kausedikit
menyembunyikan dirimu yang dahulu, bergaun Chelsea Olivia, berperan aktris protagonis,
benar-benar paket komplit. Sekarang
kukatakan sekali lagi tidak. Walaupun malam pernah berisikan tawa, kecut kita
jadikan manis, air putih kita sulap jadikan arak, tetapi aku pun mengatakan
dengan cukup keras dan berteriak tidakkkkkkkk!
Tidak cukup bagimu untuk mengembalikan waktuku yang lama hilang. Tidak berarti upayahmu untuk hati ini yang telah kau carik.
Tidak cukup bagimu untuk mengembalikan waktuku yang lama hilang. Tidak berarti upayahmu untuk hati ini yang telah kau carik.
Ada yang hilang, namun ada satu
hal pula yang datang; keikhlasan kepergianmu itu yang hilang dan yang datang
yakni kemuculan sikap kecongkakan serta pikiranku dihantui oleh masa-masa
dimana aku dan kamu sering mengalami situasi keritis.
Sesering mungkin aku berusaha
untuk mengubur rasah Maluhku , tapi semakin dahsyat pula munculnya pikiran yang
membelenggu jiwaku. Aku tak tahu cara membenamkan mentari hingga menjadi
jingga; aku tak bisa menahan awan hingga menjadi butir-butir air, dan aku lebih
tidak paham lagi bagaimana cara merangkai kalimat untuk bersajak. Karena aku
hidup dimasa yang akan datang bukan untuk mengembalikan waktu yang telah
berlalu. Kenyataannya yang telah terjadi dan kubungkus untuk menjadi kisah
nostalgia yang pahit. Bukan untuk dia, juga bukan untuk kalian, tapi ini
tentang aku; aku dan sepenggal kisahku.
Komentar
Posting Komentar