KHUSUKASAK

                         KHUSU-KHASAK

Kedinginan musim dibulan maret ini betul-betul aku rasakan. Suasana kampung yang sunyi diatas jam 10 malam terasa mencekam. Angin kecang di luar rumah sangat kecang, sampai-sampai menerobos kedalam rumah masuk melaui celah-celah dinding yang rusak bahkan tak tertata. Bunyi atap serta dedaunan cukup mengganggu.  Hati batin tak tenang berpikir bencana besar akan tiba, ditamba dengan segala sugesti bahwa kiamat akan segera muncul.

Apa yang mebuatku malam itu tidak tenang. Gairah begadang terkuak lagi, sampai-sampai perut tersa mules lagi minta makanan kan terisi kembali. Di rumah hanya ada satu neon bersuber dari tenaga surya yang ditampung melalui ACU. Aku duduk di atas tempat tidur beralaskan spon, sementara di depan ada meja kecil berukuran 50cm x 100cm terbuat dari material tryplex buatanku sendiri. Di atasnya berserakan kertas dan buku-buku kolesi curianku, serta ada banyak kabel-kabel cas laptop dan hp. Di tangan kiriku terjepit dengan jari-jariku tersisa setengah rokok yang masi mengeluarkan asap. Sementara di depan ada laptop yang terletak di atas meja kemudian sesaat kuberpikir “kunyalakan aja ni laptop”. Di depan mata cahaya laptop terpancar ke arah wajahku, samarnya lampu neon terbantu dengan pantulan cahaya pc untuk meliaht tombol-tombol yang ada pada keyboard pc. “apa yang harus kuperbuat” kubuka microsoft world. Kata demi kata kuketik, sampai-sampai tak terasa satu paragraf tak beraturan suda terurai, “dari mana ini berasal?”

Kucoba menengadah mencari menemukan kata yang hilang, namun semuanya otakku buyar. Suasana makin mencekam, suara mesin generator dari tetangga suda tak terdengar, kini jangkriklah yang berkeluyuran membuat suasana semakin sunyi. Bukan sunyi menghadirkan rindu yang tak pasti, tapi kepastiaan akan jalanku yang menanti.

Jam 12.01 sebentar mulai pergantian tanggal, ”Ada apa dengan pergantian tanggal”. Seketika juga ditengah kesunyian malam yang mencekam coba kurenungkan; tentang pristiwa-pristiwa penting yang pernah kutorehkan, tentang senyuman sinis dan tulus yang pernah kubuat, tentang kehadiran yang pernah hadir dalam kehidupanku, tentang segalah derama dan derita yang pernah kuselami, serta tentang  arti dari kehadiraku di dunia ini (chagito ergosum). 

“Haruskah aku bahagia dan bersyukur tentang kepercayaan serta amanat yang kuemban jika sebentar setelah pukul 12.01 aku masi ada?” . “apa yang boleh kuperbuat jika memang iya”. 

Ah angin ada-ada saja kau datang membawa khayalan yang mengada-ada dan mengeroggoti prasaanku.
Apa yang kubuat malam itu, semuanya masi misteri dan seakan aku suda terkena penyakit patologis. Teka-teki selalu mucul tiba-tiba yang mungkin kalau aku berandai-andai 10-50 tahun lagi akan tergapai. Eh tapi harapaku si sebenarnya aku ingin sekarang stelah ada pegantian jam akan tergapai seketika juga. 

“apakah itu?” harapan dan cita-cita besar yang selama ini aku idamkan; tentang perutku yang keroncong dan tentang dia yang menjadikan kita. Itu hal yang paling besar untuku renungan sebelum pergantian waktu nanti. 

Pikiraku betul-betul kacau, saking kekacauanya sampai-sampai paragrafku tak beraturan dari segi penyusunannya. Kata-kataku juga semberawut, pikiranku selalu mengada-ada. “Ibu kenapa engkau hadir dan menyelinap kedalam pikiranku malam ini,” “ibu mengapa engkau seakan-akan ada di depan saya,” “apakah engkau datang memberitahuku bahwa 26th silam enkau pernah menjerit kesakitan disertai tangisan haru menyambut si bocah dekil di pondok sawah, yang kini kau sulap menjadi si kumis dewasa?” “ataukah engkau datang menagih janji soal budi baikmu yang belum kubayar” “ampun bunda”. “kali ini aku Cuma mau bilang terimakasih, segalah jeritanmu di 26 tahun yang lalu itu, segala jajan yang kauboleh berhutang untuk mendiamkanku dari tangisan masa anak-anak, segala dosa yang kau tanggung oleh karena ulah masa remajaku. Dan bunda maafkan itu semua, malah untuk sekarang aku mau minta lebih dari apa yang engkau perkirakan atau apa pun maksud kedatanganmu malam ini. dari naluri seorang ibu. Kiranya engkau bantu untuk mengabulkan segala permohonaku diatas itu. Bunda yang bisa kuperbuat saat ini hanya berdoa kiranya arwamu selalu diterima disisi-Nya hendak menjadi pendoa buat kami yang engkau tingalin.

Angin di luar semakin riuh, lampu neon mulai redup, aku mendengar suarah dengusan dari kamar sebelah berarti bapa belum juga tidur, kucoba sapah, “Pa belum tidur.” bapa mau rokok” lajutku kembali. Bapa datang. Kebetulan rokokku masi tersisa dua batang, jadi kami boleh membaginya. Bapa juga termasuk orang yang lama tidur. “kau belum tidur” bapa menanyakanku dengan suara yang pelan. Malam itu tumben bapaku menerima rokok pemberianku, '‘mungkin karena cuaca dingin kali ya".

sebatang rokok kembali mengepul pada mulutku, waktu begadang makin lama, sayangnya tidak ada kopi yang menemaninya. untaian kalimat doa singkat telah kusiapkan kelak mempersiapkan batin bercurhat pada pemilik kehidupan yang sesungguhnya. ucapan Selamat Ulang Tahun telah kusebutkan kedalam lamunan doaku. jadi sekarang aku benar-benar bertamba usia. Ulang tahun kali ini betul-betul tidak bersahabat, cuaca ngerih membuat pikiranku kusukhasak ataukah mungkin pohon-pohon bergoyang itu menunjukan mereka sedang antusias untuk merayakan ulangtahun kukali ini. entalah setidaknya aku masi ada dan tetap ada.


:Rizky Zakarias.-22 Maret 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love story

Tapak Berlalu

Antara ara Cinta dan Logika