SUARA SENJA

Suara Senja
Oelh: Zakarias J. Helmin,-
Watu, 20 Maret 2017

Kala fajar tak lagi bersahabat dengan siang, langit berkilauan memancarkan warna-warni hingga terbentang luas di angkasa jingga, kuning nan merah muda. Burung tekukur berseru hendak menyampaikan pesan pada pak tani bertanda hari suda mulai gelap (suara burung merupakan penentu waktu otomatis yang paling bijak semenjak zaman dahulu kala).
Kiranya pak tani segera bergegas dari ladang menuju kampung sebagi tempat kediaman dan menimba segala diskusi dengan para tetangga, serta tempat yang paling nyaman karena dilengkapai dengan sofa terbuat dari daun pandan yang konon katanya bahan itu yang paling mewah dan super duber empuk rasanya.
Biar pun badai hujan mengamuk dan trik panas mata hari menyengat tubuh pak tani tak akan pernah dihiraukan, jari-jemari yang lepuh serta kulit tak pernah dirawat. Sekali-kali Ibu jari berbentuk tanda tanya tuk menyeka keringat pada keningnya. Kondisi demikian tak pernah dihiraukan demi seseorang yang dia kasihi.
Sebagai balasan kerja tadi siang duduklah pak tani itu pada tempat yang empuk tadi dengan disugguhkan kopi pahit didepannya dan diambilnya kulit jagung digulingkan dengan berisi tembakau di dalamnya kemudian dibakar, lalu dihisap melalui mulutnya sebagai pengganti sampoerna, baginya itulah yang paling sempurna.
Setelah pak tani mendengar kicauan burung tadi, dirinya sempat berperotes “oh kenapa waktu ini cepat berlalu”, padahal sesungguhnya pak tani itu suda kelihatan letih nan lesu abis kerja seharian yang tidak perna istirahat.
Ia tidak memikirkan pribadinya tentang kondisi kesehatannya, dirinya pun malah memikirkan si buah hati yang sementara berada di negeri cina menuntut ilmu pengetahuan.
Apakah sang buah hati sama dengan pemikiran sang pak tani itu?

Mari kita simak bersama-sama cerita selanjutnya.
Ayam berkokok, sementara langit masi kelihatan gelap, terdengar rong-rang bunyi motor para pembisnis mecari barang dagangan, tamba diikuti suara mesin mobil berdatangan mengantar penumpang menuju kota. Ada yang membawa hasil usahanya ke cina (baba) ada juga yang pergi belanja barang kebutuhan ruma tangga, atau hanya sebatas untuk berhura-hura.
Rasa kebisingan itu cukup mengganggu sementara rasa lelah sisa kemarin belum pulih benar, dengan hati terpaksa pak tani itu segera bergegas dari tempat tidurnya.

Seperti biasa sebelum dan setelah memulai aktivitasnya tidak perna sedikit pun terlewatkan hobinya itu, menyeduhkan kopi serta ditemanin sama rokok sampoerna ala pak tani. Ketika semuanya beres dengan ritual kecilnya tadi segeralah ia kembali ke kantornya alias ladang (kebun).
“Oh iya bulan ini saya belum kirim, bagaimana dia bisa belanja, mungkin ia tidak makan lagi, aduh kasihan dia ya?” gumam pak tani itu untuk memikirkan si buah hatinya.

“pak kemarin ada telfon dari si Nona, katanya kirimkan dia uang regis sama uang keperluan lainya” seseorang baru saja berseru kepada pak tani itu, tanpa bertanya banyak, pak tani itu lansung sadar “oh iya memang benar minggu ini belum kukirimkan dia uang”.

“ aduh ini gawat kopi belum dipetik, bagaimana suda caranya” kelihatan pak tani itu suda binggung dari mana ia dapat uang untuk mengirimi sang bua hatinya tadai.

Dengan tangan kosong sepertinya ia mendatangi rumah seseorang yang dikenal kalu orang itu punya uang banyak karena dia seorang pedagang kopi. “ok bapa saya bisa bantu bapak tetapi ada bunganya, atau kalau nanti kopi suda dipetik harganya tidak sesuai dengan harga setandar” kelihatanya suda cukup lama mereka bernegosiasi sebelumnya pak tani itu menerima segala tawaran yang diberikan oleh pedagang tersebut, asalkan dia mendapatkan uang untuk kirimi anaknya.
Tiap minggu, bulan selalu menelfon untuk tagih beasiswa yang tanpa dihitung oleh pak tani itu suda berapa yang dikirim, dari mana sumber pencahariannya dan dengan cara apa didapatkan uang ini, pak tani itu tetap berusaha hanya demi kebahagiaan sang buah hatinya.
Tibalah suatu saat dimana pak tani sudah sanggat rindu akan kehadiran sang buah hati; kemudian ia mendapatkan kabar bahwa anaknya itu mendapatkan jatah liburan sehingga akhirnya dia pulang.
Tentu hati pak tani itu cukup riang dan tidak sebatas itu dia mengabari disetiap tetangganya jika kali ini anaknya pulang libur.
Sepertinya liburan kali ini si nona tidak pulang sendirian, ada orang baru disampingnya, orang yang belum pernah ia kenal dan orang yang belum diketahui asal-usul serta kabarnya. Tidak peduli pada sosok yang baru itu, pemikiran masi positive thingking  kemudian ia menyapa anaknya yang cukup lama ia rindukan dan dia suda mulai berfikiran aneh, meliaht tubuh gadis kesayangnnya itu sudah banyak perubahan, akan tetapi bukan perubahan yang biasa. Perut kelihatan buncit, warna kulit agak lain, serta senyuman dan respons penyambutan dari anaknya itu keliahatan berbeda. Begitu datang disertai suara tangisan, entah tangis bahagia atau tangisan sedih pak tani itu masi belum bisa menafsiknnya.
“ada apa ini” hati pak tani masi menerka-nerka dalam benaknya. Tidak tahan akan rasa kegirangang yang disambut dengan rasa curigaan itu, pak tani itu lansug bertanya “na apa kabarmu, ayah rindu sekali dengan kamu, ayah bangga kamu pulang kali ini” mendengar kalimat demikian putrinya itu makin mejadi-jadi tagisannya, serta dibalik tangisannya itu ada suara yang kedengaranya cukup kabur
, “hihihihihi pa.....aku.....ha....m...i...llll dan ini su....a...m..i..ku” tersentak ayahnya kaget “apah? Tidak jelas” .
Sebenarnya pak tani itu suda tahu kondisi apa yang sedang dialami sama si buah hatinya itu. Namun seorang ayah yang bijak dia hanya mampuh mengangguk dan pasrah terhadap keadaan yang sedang menimpa putrinya, menimpa keluarganya.
Disitulah membuktikan jika seorang aayah atau orang tua kita itu begitu tegar dan tidak apatis terhadap dirinya namun lebih condong perasaan kasih sayangnya kepada anaknya.

=bersambung.......=

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Love story

Tapak Berlalu

Antara ara Cinta dan Logika